Hukum Persamaan Perbedaan

Hukum Persamaan Perbedaan
Penulis : Kang Asep [Logika Filsafat]

Tujuan :
1) Memahami Hukum Persamaan Perbedaan
2) Dapat menangkap maksud perumpamaan dengan benar
==================

Ketidak fahaman tentang hukum persamaan dan perbedaan ini seringkali menimbulkan perdebatan konyol, seperti memperebutkan pepesan kosong. Satu pihak bersikukuh bahwa A sama dengan B. Pihak lainnya bersikukuh bahwa itu adalah hal yang beda. Dalam dunia diskusi, sering terjadi masalah, di mana lawan bicara tidak dapat menangkap maksud suatu perumpamaan dan menganggapnya perumpamaan tersebut berbeda. Sementara yang membuat perumpamaan merasa bahwa perumpamaan tersebut relevan. Penolakan terhadap perumpamaan ini juga terjadi di masa Rasulullah saw bahwa kaum kafir Quraish mengolok-ngolok perumpamaan yang diberikan Allah tentang nyamuk. Lalu Allah menjawabnya :

Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (Q.S 2:26)

Berdasarkan hukum persamaan dan perbedaan, perumpamaan itu tidak patut untuk dipersalahkan, apalagi diolok-olok.

Contoh 1:

Mr. X : cinta yang tulus itu bagaimana matahari yang menyinari bumi, hanya memberi tak harap kembali.
Mr. Y : lha  .. Kenapa manusia diperumpamakan dengan matahari. Itu dua hal yang berbeda kan ? Manusia itu makhluk hidup, sedangkan matahari itu benda mati.

Padahal sudah tentu sesuatu diperumpamaan dengan sesuatu yang berbeda, tidak mungkin diumpakan dengan dirinya.

Contoh 2 :

wajahmu bersinar bagaikan rembulan di malam purnama
wajah cantik diumpakan dengan bulan purnama, masa iya diumpakan dengan dirinya sendiri,

semisal : wajahmu bersinar bagaikan wajahmu

Jadi, suatu hal yang konyol kalau orang mempermasalahkan sesuatu karena diperumpakan dengan hal yang berbeda.

Contoh 3 :

MR. X : zaman reformasi sama saja dengan zaman orde baru
Mr. Y : ya beda lah, mana mungkin sama
Mr. X : menurutku sama
Mr. Y : menurutku beda

itu cara diskusi yang gak berguna.

Demikian pula sering terjadi perdebatan soal "analogi sama" dan "analogi beda". Terlebih lagi, sebagian orang masih mencampur adukan antara analogi dengan perumpamaan.  Perumpamaan bukanlah analogi. Analogi bukanlah perumpamaan. Tapi dalam praktik, perumpamaan sering disebut analogi dan analogis sering disebut perumpamaan.

Sebenarnya, masalah pertentangan pendapat tentang sama beda antara dua hal terjadi karena ketidak-fahaman soal hukum persamaan, sehingga tidak melihat titik persamaan dan perbedaan. Sama atau beda, keduanya benar. Hanya perlu disebutkan, di mana titik persamaannya, di mana titik perbedaannya.

Untuk menghindari kesalahan berpikir, banyak aturan berpikir yang harus kita fahami dan kita patuhi, salah satunya adalah Hukum Persamaan-Perbedaan. Isi dari hukum ini adalah sebagai berikut : "Setiap dua hal pastilah memiliki persamaan dan perbedaan, mustahil tidak memiliki persamaan dan perbedaan".

Besi dengan batu, apa persamaan dan perbedaannya? Sama-sama keras. Berbeda dalam nama, fungsi dan kadar kerasnya. Langit dan bumi, apa persamaan dan perbedaannya? Sama-sama bagian dari alam. Bedanya, bumi adalah alam yang dapat kita pijak, sedangkan langit nun jauh di atas sana, tak dapat disentuh. Coba temukan persamaan segala sesuatu, niscaya dapat ditemukan. Dan temukan pula perbedaannya, niscaya ditemukan. Kata “sama” maupun “beda” butuh penafsiran yang jelas. Apanya yang sama dan apanya yang beda.

Dalam seni dialektika logika, menyangkal peniapan dilakukan dengan contoh. Misalnya :

Mr. X : Setiap mamalia adalah pemakan rumput, contohnya kambing

(Tapi kemudian hal tersebut disangkal mr. Y)

Mr. Y : Sebagian mamalia bukan pemakan rumput, contohnya paus.
Mr. X : Tetapi kambing tidak sama dengan paus, analoginya tidak relevan. Kambing itu hewan darat, mengapa disamakan dengan paus yang hewan laut ?

Nah… setiap dua hal dapat dilhat sama atau beda. Ini adalah masalah-masalah klise dalam diskusi. Bandingkan dengan dialog berikut :

Mr. X : setiap hewan tak berdaun telinga berkembang biak dengan cara bertelur. Contohnya ular.
Mr. Y : sebagian hewan tak berdaun telinga tidak berkembang biak dengan cara bertelur, contohnya ular peliharaan saya di rumah, dia tidak pernah bertelur karena dia ular jantan.
Mr. X : contohnya tidak relevan.

Permasalahan seperti itu merupakan problem yang umum terjadi, yang sering kita temui. Sementara, kunci dialektika logika terletak pada penemuan kontradiksi-kontradiksi, namun akhirnya seluruh kontradiksi berkamuflase menjadi non kontradiksi, karena setiap hal yang sama dapat dilihat beda, dan setiap hal beda dapat dilihat dari sisi persamaannya. Karena itu, lihat dan periksa dalam seluruh diskusi yang saya lakukan dan terekam di medialogika.org saya . di medialogika.org saya tidak pernah menilai contoh maupun perumpamaan yang diberikan orang lain dengan menyatakannya "tidak sama" atau "tidak relevan".  Karena ini tidak sesuai dengan prinsip dialektika logika dan hukum persamaan-perbedaan.

Untuk mengatasi persoalan ini, hindari untuk menilai dua hal melalui sudut persamaan dan perbedaan, tetapi yang diperlukan adalah penjelasan titik persamaan dan perbedaannya. Misalnya, bila dalam dialog tentang persamaan dan perbeaan paun dan kambing, Mr. X dapat mengajukan pertanyaa, "benarkah paus itu mamalia dan tidak makan rumput ?" dan dalam contoh "ular" Mr. X dapat mengajukan pertanyaan, "Apakah perbedaan ular dengan ular betina ? Jika ular peliharaannmu adalah ular betina, maka apakah seluruh ular itu betina ?"

Bandingkan lagi dengan dialog berikut :

Mr. X :  Setiap hewan itu bernafas, contohnya kucing
Mr. Y : Sebagian hewan itu tidak bernafas, contohnya batu.

Dalam diskusi-diskusi umum, sudah pasti kita akan langsung menilai bahwa "batu" adalah contoh yang tidak relevan. Contoh batu, tidaklah sama dengan kucing. Tapi yang diperlukan dalam praktik dialektika logika bukanlah menilai, melainkan bertanya, "apakah batu itu sejenis hewan ?" Karena dalam mempraktikan logika, kita tidak dapat mempergunakan asumsi-asumsi sendiri dan bagaimana nilai benar-salah itu dimengerti oleh masing-masing pihak, bukan disematkan oleh pihak lain. Demikian pula dengan soal persamaan dan perbedaan.